







Gunung Sinduro yang PHP
Pendakian kali ini merupakan pendakian dadakan dan tidak terduga-duga yang gw lakukan. Hanya karena planning yang udah disusun rapi di long weekend (3-5 April’15) kali itu gagal. Rencana awal gw adalah menikmati hari libur di phi-phi island, Phuket. Tapi mo gimana belum jodoh. Jadi pasrah.
Anyway, Setiap perjalanan pasti punya cerita. So jangan bosen-bosen baca tulisan gw. Kalo mo dengerin dongeng super kece. hahaha
Rombongan pendakian kali ini kite beri judul :goes to 2S. karena tujuannya adalah Sinduro dan Sikunir. Hahhaha lo pasti ngetawain. Kalo orang mah biasanya 2S itu Sinduro-Sumbing. Kita mah bedaaa! :p padahal emang nggak kuat kakak, mo langsung-langsung gitu. Hahaha. Rombongan kita berjumlah 13 orang yang berasal dari Jabodetabek sekitar dan 3 orang yang berasal dari Jawa Timur dan berangkat dari Surabaya langsung ke Temanggung. Jadi total rombongan yang bareng ngedaki ada 16 orang. Rombongan terdiri atas: 7 orang laki-laki dan 9 orang wanita. Dari 16 orang ini hanya 1 orang yang benar-benar newbie tentang pendakian. Sedangkan yang lain bisa dibilang punya pengalaman (bukan berarti berpengalaman) hahaha.
Singkat cerita kita ngawalin perjalanan dari kampung rambutan pukul 00.00 WIB (jadwal serigala berubah jadi vampir, hahahaha). Naik bis arah Pekalongan karena bis ke arah Wonosobo sudah habes. Sebenarnya ada armada tambahan, tapi harganya 2x lipat dibandingkan seharusnya. Untuk kita para pendaki lebih baik transit dibandingkan harus naik bis dengan harga 2x lipat. Jadi, kita paksain naik bis Pekalongan lalu lanjut ke Wonosobo. Perjalanan kita waktu itu sangat-sangat melelahkan karena jarak Jakarta-Pekalongan yang harusnya hanya 8 jam harus ditempuh selama 15 jam. Hanya karena macet dan supir bis tidak cukup ahli dalam mengurai kemacetan (asik bahasa gw, sebenernya g ngerti juga gimana caranya mengurai kemacetan, hahaha). Karena waktu sampai yang ngaret dari seharusnya, akhirnya kita nggak dapetin bus ke arah Wonosobo dari Pekalongan. Jadinya mau nggak mau kita pake mobil carteran ke arah Temanggung dengan biaya 60.000/orang.
Kira-kira pukul 20.00 wib kita sampai di Temanggung. Rumah temen yang kebetulan memang ditunjuk sebagai basecamp bayangan sebelum mendaki. Setelah beristirahat sejenak dan mengganti skenario perjalanan. Kita putusin (gileee, seneng banget kayanya gw mutus-mutusin, hahaha) mulai pendakian pukul 01.30 wib pake jalur pendakian katekan. Sebelum mendaki kita diberitahu bahwa hari itu ada pendaki yang hilang di Gunung Sinduro dan belum ditemukan sampai kita akan mendaki (Kan sereemm). Tapi untungnya, kita masih boleh ngedaki asalkan pake jasa porter. Nggak kebayang kalo nggak dibolehin ngedaki, padahal ude ampe jelek banget ngerasain lamanya perjalanan. Mungkin gw akan menangis di pojokan. Terus tidur. :p
Setelah urus-urus sana sini (urus apa coba? Urus diri ajah belom bener). Kita mulai ngedaki pukul 02.00 wib. Pos pendakian terdiri atas 4 pos. Pos 1 di 750 mdpl dengan nama Pos Tutupan. Trek perjalanan kali ini katanya trek paling dewa dibandingkan trek lainnya. Namun jarak tempuh lebih cepat.
Tapi sumpah! Gw sebenernya pengen nyumpah-nyumpah, inih! Cuma berhubung kata agama g boleh, jadi gw empet aja yak. Tahu nggak lo kenapa gw pengen nyumpah-nyumpah sebenernya??? Pasti nggak tahu. Oke gw kasih tahu 2 bulan lagi. Mo sumedang? Apa lembang? Tahunya? Goreng apa rebus? haha. Kenyataannya adalah gw dan temen-temen gw harus ngehabisin waktu 12 jam sampai puncak. Benar-benar perjalanan yang buat guweeee putus asa seputus asa putus asanya! Karena jujur sepanjang gw melakukan pendakian, baru kali ini ngerasa bener-bener putus asa dan teriak-teriak sendiri karena puncak tidak kunjung terlihat. Dari Pos 4 (pos akhir) yang biasanya ditempuh maksimal 2 jam kalo mo sampai puncak. Kita harus rela ngedaki ampe 4 jam. Untungnya gw g berubah jadi monyet. Kalo berubah?! gw g tau harus gimana lagih. Mungkin gw akan berumah tangga di hutan. hahaha
(Bahasa gw mulai melan, jangan kaget) à Selalu aja ada cerita yang berbeda di setiap perjalanan. Senang, sedih, lelah, marah campur aduk jadi satu. Tapi entah kenapa saat terlintas perasaan campur aduk itu. Saat itu juga rasa itu hilang. Ketika kita tersadar melihat keindahan sekitar. Ketika kita tersadar juga bahwa jarak tempuh yang kita lalui cukup jauh di atas permukaan laut. Benar kata pepatah dan orang-orang bijak bahwa terkadang terlintas perasaan ingin berhenti hanya karena kita merasa putus asa. Padahal jarak kita menuju ketinggian dan kesuksesan semakin dekat. Untuk itu jika perasaan itu datang, cobalah menikmati prosesnya dengan tenang. Bukan dengan cara balik arah dan angkat tangan. Namun dengan terus melangkah maju dan tersenyum, walaupun susah. Tapi percayalah alam tidak pernah berbohong tentang keindahan yang dimilikinya. Kita bisa menikmatinya dengan berbagai macam cara. Tapi tidak dengan eluhan tidak bermanfaat yang hanya membuat lelah hati dan raga. (Selesai, gw melannya :p)
Anyway kembali ke catatan perjalanan. Singkat cerita setelah melakukan perjalanan kurang lebih 4 jam dari pos 4 menuju puncak. Akhirnya kita sampai! Sampai guys!! Lo g akan tau sebahagia apa gw waktu itu. Semua lelah terbayar. Pemandangan yang disuguhkan indah banget! Walopun waktu itu lagi turun kabut.
Karena asap kawah belerang yang lagi aktip-aktipnya, baru istirahat sebentar Si Mas-Mas Porter udah ngarahin supaya pindah ke tempat lebih aman untuk ngediriin tenda. Jadwal nyampe yang super ngaret dari rundown ngebuat kita harus mutusin untuk ngediriin tenda di ketinggian 5 meter di bawah puncak. Tempat ini cukup lebar dan memang sudah biasa digunakan mendirikan tenda. Selain aman dari gas beracun kawah belerang, tempatnya juga nyaman. Karena banyak dilindungi oleh tanaman cantigi. Ngomong-ngomong soal tanaman cantigi. Entah kenapa, gw lebih seneng dan suka ketemu sama cantigi dibandingin edelweiss. Mungkin karena gw suka warna cerah. Auranya kliatan semangat gitu. Pada tahu nggak cantigi kaya gimana? Yang belum tahu cekidot, gw dapet dari tetangga sebelah:
Tanaman Cantigi ini sangat bersahabat dengan pendaki gunung. Sehebat apapun badai, Cantigi tak akan tumbang. Kuat mengadapi cuaca yang ekstrim dingin, dan menepis panas yang lekang. Populasi Cantigi bisa dinikmati dengan indah saat bulan Juli - Agustus, karena pada bulan - bulan tersebut Cantigi akan berbunga, bunganya kecil berwarna ungu gelap, berbentuk lonceng dan berbau seperti almond. Kayunya sangat keras, daunnya agak tebal. Ketika muda ia bewarna kemerahan, kemudian akan berubah menjadi oranye, kekuningan dan akhirnya hijau. Saat bulan itu juga Cantigi akan berbuah, berbentuk seperti beri warna hitam. Buah dan daun muda Cantigi bisa dimakan untuk menambah stamina serta nutrisi bagi para pendaki dan juga berkhasiat sebagai obat demam dan penyegar badan. (http://bumikusenja.blogspot.com/2012/06/cantigi-sang-pelindung-para-pendaki.html).
--------------------------------------------------------------------------------- kembali ke tulisan gw
Udara malam saat itu dingin banget, bau khas belerang dan kabut+angin yang kenceng buat suasana puncak gunung semakin lengkap. Saat itu ada empat tenda yang kita dirikan. Satu tenda untuk porter, Tiga tenda untuk rombongan kita. 1 tenda wanita, 1 tenda laki-laki. Dan 1 tenda rombongan Jawa Timur.
Malam itu kita semua tertidur dengan begitu lelap..selelap bayi-bayi yang bahkan belum berumur 10 hari, hehe..
Keesokan harinya gw gagal dapet sunrise karena kabut yang sangat tebal disertai hujan rintik-rintik. Biarpun cuaca nggak mendukung, bukan berarti keeksisan kita hilang kan? Haha. Kita masih bisa ceria kok, masih! ;) Kita sukses berfoto-foto ria sambil masak perbekalan yang di bawa untuk sarapan dan makan siang. Great! Sesuai perencanaan sore kemarin kita akan turun paling lambat pukul 10.00 wib. So begitu urusan perut aman, kita langsung beberes.
Setelah semua penutupan lapak di puncak selesai. Kita turun melalui Jalur Tambi, mengikuti jalan, berharap cuaca bersahabat dan kaki yang terus melangkah riang. Tau g lo, lewat Tambi cuma butuh 3.5 jam buat turun, beda banget sama jalur katekan! Emng kayanya pendakian kali ini dikerjain, heheuw. Ternyata jalur ini paling mudah dan punya trek paling gampang. Walopun trek turun lebih enak. Ada beberapa temen dari rombongan kita yang nggak kuat buat trekking turun karena fisik dan kaki yang sudah kelewat sakit saat di puncak. So bantuan porter adalah nyawa untuk kita. Finally perjalanan berisi makna dan cerita ini selesai. Alhamdulillah, kita bisa kembali ke daratan yang penuh dengan deruman suara moto dan sinyal HP yang kuat dengan raga yang begitu bahagia.
“yah.. jauh itu memang menarik!”